Langsung ke konten utama

Biografi Pangeran Diponegoro


Biografi Pangeran Diponegoro

https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/b/be/Prince_Diponegoro_of_Java.jpg

 


Asal usul Diponegoro

Pangeran Diponegoro adalah putra sulung dari Sultan Hamengkubuwana III,yaitu raja ketiga di Kesultanan Yogyakarta. Pangeran Diponegoro Lahir pada tanggal 11 November 1785 di Yogyakarta dengan nama Mustahar, ibunya merupakan seorang selir bernama R.A. Mangkarawati, yaitu seorang garwa ampeyan (istri selir), ibunya berasal dari Pacitan. Semasa kecil Pangeran Diponegoro bernama Bendara Raden Mas Antawirya.
Pangeran Diponegoro  Menyadari kedudukannya sebagai putra seorang selir, Pangeran Diponegoro  menolak keinginan ayahnya yaitu Sultan Hamengkubuwana III, untuk mengangkatnya menjadi raja di kesultanannya. Pangeran Diponegoro menolaknya dikarenakan mengingat ibunya bukanlah seorang permaisuri. Pangeran Diponegoro setidaknya menikah dengan 9 wanita dalam hidupnya, yaitu:
  • B.R.A. Retna Madubrangta puteri kedua Kyai Gedhe Dhadhapan;
  • R.A. Supadmi yang kemudian diberi nama R.A. Retnakusuma, putri Raden Tumenggung Natawijaya III, Bupati Panolan, Jipang;
  • R.A. Retnadewati seorang putri Kyai di wilayah Selatan Jogjakarta;
  • R.Ay. Citrawati, puteri Raden Tumenggung Rangga Parwirasentika dengan salah satu isteri selir;
  • R.A. Maduretno, putri Raden Rangga Prawiradirjo III dengan Ratu Maduretna (putri HB II), jadi R.A Maduretna saudara seayah dengan Sentot Prawiradirdja, tetapi lain ibu;
  • R.Ay. Ratnaningsih putri Raden Tumenggung Sumaprawira, bupati Jipang Kepadhangan;
  • R.A. Retnakumala putri Kyahi Guru Kasongan;
  • R.Ay. Ratnaningrum putri Pangeran Penengah atau Dipawiyana II.
  • Syarifah Fathimah Wajo putri Datuk Husain (Wanita dari Wajo, Makassar), makamnya ada di Makassar. Syarifah Fathimah ini nasab lengkapnya adalah Syarifah Fathimah Wajo binti Datuk Husain bin Datuk Ahmad bin Datuk Abdullah bin Datuk Thahir bin Datuk Thayyib bin Datuk Ibrahim bin Datuk Qasim bin Datuk Muhammad bin Datuk Nakhoda Ali bin Husain Jamaluddin Asghar bin Husain Jamaluddin Akbar.
Diponegoro lebih tertarik pada kehidupan keagamaan dan merakyat sehingga ia lebih suka tinggal di Tegalrejo tempat tinggal eyang buyut putrinya, permaisuri dari Sultan Hamengkubuwana I, Gusti Kangjeng Ratu Tegalrejo, daripada di keraton. Pemberontakannya terhadap keraton dimulai sejak kepemimpinan Sultan Sultan Hamengkubuwana V  (1822). Ketika itu, Diponegoro menjadi salah satu anggota perwalian yang mendampingi Hamengkubuwana V yang baru berusia 3 tahun, sedangkan pemerintahan sehari-hari dipegang oleh Patih Danureja bersama Residen Belanda. Cara perwalian seperti itu tidak disetujuinya.


Perang Diponegoro (Perang Jawa)(1825-1830)


Perang Diponegoro ini berawal ketika Belanda memasang patok di tanah milik Diponegoro di desa Tegarejo. Saat itu, ia sudah muak dengan kelakuan yang tidak menghargai adat  istiadat setempat yang dilakukan oleh Belanda, selain itu Belanda juga sangat mengeksploitasi rakyat dengan pembebanan pajak.
Sikap Diponegoro yang menentang Belanda secara terbuka, mendapat simpati dan dukungan rakyat. Atas saran GPH Mangkubumi, pamannya, Diponegoro menyingkir dari Tegalrejo, dan membuat markas di sebuah gua yang bernama Gua Selarong. Saat itu, Diponegoro menyatakan bahwa perlawanannya merupakan perang sabil, perlawanan menghadapi kaum kafir. Semangat dari "perang sabil" yang dikobarkan Pangeran Diponegoro telah membawa pengaruh luas hingga ke wilayah Pacitan dan Kedu. Salah seorang tokoh agama di Surakarta, Kyai Maja, ikut bergabung dengan pasukan Diponegoro di Gua Selarong. Perjuangan Pangeran Diponegoro ini didukung oleh Sunan Pakubuwana VI dan Raden Tumenggung Prawiradigdaya Bupati Gagatan. Selama perang, kerugian pihak Belanda tidak kurang dari 15.000 tentara dan 20 juta gulden.
Berbagai cara terus diupayakan Belanda untuk menangkap Diponegoro. Bahkan sayembara pun dipergunakan. Hadiah 50.000 Gulden diberikan kepada siapa saja yang bisa menangkap Diponegoro, hingga akhirnya beliau ditangkap pada 1830.
Perang Diponegoro merupakan perang terbuka dengan pengerahan pasukan-pasukan infanteri, kavareli, dan artileri yang sejak perang Napoleon menjadi senjata andalan dalam pertempuran frontal di kedua belah pihak yang berlangsung dengan sengit. Front pertempuran terjadi di puluhan kota dan desa di seluruh Jawa. Pertempuran berlangsung sedemikian sengitnya sehingga bila suatu wilayah dapat dikuasai pasukan Belanda pada siang hari, maka malam harinya wilayah itu sudah direbut kembali oleh pasukan pribumi; begitu pula sebaliknya. Jalur-jalur logistik dibangun dari satu wilayah ke wilayah lain untuk menyokong keperluan perang. Berpuluh kilang mesiu dibangun di hutan-hutan dan dasar jurang. Produksi mesiu dan peluru berlangsung terus sementara peperangan berkencamuk. Para telik sandi dan kurir bekerja keras mencari dan menyampaikan informasi yang diperlukan untuk menyusun stategi perang. Informasi mengenai kekuatan musuh, jarak tempuh dan waktu, kondisi medan, curah hujan menjadi berita utama; karena taktik dan strategi yang jitu hanya dapat dibangun melalui penguasaan informasi.
Serangan-serangan besar rakyat pribumi selalu dilaksanakan pada bulan-bulan penghujan; para senopati menyadari sekali untuk bekerja sama dengan alam sebagai “senjata” tak terkalahkan. Bila musim penghujan tiba, gubernur Belanda akan melakukan berbagai usaha untuk gencatan senjata dan berunding, karena hujan tropis yang deras membuat gerakan pasukan mereka terhambat. Penyakit malaria, disentri, dan sebagainya merupakan “musuh yang tak tampak” melemahkan moral dan kondisi fisik bahkan merenggut nyawa pasukan mereka. Ketika gencatan senjata terjadi, Belanda akan mengkonsolidasikan pasukan dan menyebarkan mata-mata dan provokator mereka bergerak di desa dan kota; menghasut, memecah belah dan bahkan menekan anggota keluarga para pengeran dan pemimpin perjuangan rakyat yang berjuang di bawah komando pangeran Diponegoro. Namun pejuang pribumi tersebut tidak gentar dan tetap berjuang melawan Belanda.
Pada puncak peperangan, Belanda mengerahkan lebih dari 23.000 orang serdadu; suatu hal yang belum pernah terjadi ketika itu, ketika suatu wilayah yang tidak terlalu luas seperti Jawa Tengah dan sebagian Jawa timur dijaga oleh puluhan ribu serdadu. Dari sudut kemiliteran, ini adalah perang pertama yang melibatkan semua metode yang dikenal dalam sebuah perang modern. Baik metode perang terbuka (open warfare), maupun metode perang gerilya (guerilla warfare) yang dilaksanakan melalui taktik hit and run dan penghadangan. Ini bukan sebuah perang suku, melainkan suatu perang modern yang memanfaatkan berbagai siasat yang saat itu belum pernah dipraktikkan. Perang ini juga dilengkapi dengan taktik perang urat saraf (psy-war) melalui insinuasi dan tekanan-tekanan serta provokasi oleh pihak Belanda terhadap mereka yang terlibat langsung dalam pertempuran; dan kegiatan telik sandi (spionase) dengan kedua belah pihak saling memata-matai dan mencari informasi mengenai kekuatan dan kelemahan lawannya.
Pada tahun 1827, Belanda melakukan penyerangan terhadap Diponegoro dengan menggunakan sistem benteng sehingga Pasukan Diponegoro terjepit. Pada tahun 1829, Kyai Maja, pemimpin spiritual pemberontakan, ditangkap. Menyusul kemudian Pangeran Mangkubumi dan panglima utamanya Sentot Alibasya menyerah kepada Belanda. Akhirnya pada tanggal 28 Maret 1830, Jenderal De Kock berhasil menjepit pasukan Diponegoro di Magelang. Di sana, Pangeran Diponegoro menyatakan bersedia menyerahkan diri dengan syarat sisa anggota laskarnya dilepaskan. Maka, Pangeran Diponegoro ditangkap dan diasingkan ke Manado, kemudian dipindahkan ke Makasar hingga wafatnya di Benteng Rotterdam pada tanggal 8 Januari 1855.
Perang melawan penjajah lalu dilanjutkan oleh para putra Pangeran Diponegoro: Ki Sodewa atau Bagus Singlon, Dipaningrat, Dipanegara Anom, Pangeran Joned yang terus-menerus melakukan perlawanan walaupun harus berakhir tragis. Empat putra Pangeran Diponegoro dibuang ke Ambon, sementara Pangeran Joned terbunuh dalam peperangan, begitu juga Ki Sodewa.
Berakhirnya Perang Jawa yang merupakan akhir perlawanan bangsawan Jawa. Perang Jawa ini banyak memakan korban di pihak pemerintah Hindia sebanyak 8.000 serdadu berkebangsaan Eropa, 7.000 pribumi, dan 200.000 orang Jawa. Sehingga setelah perang ini jumlah penduduk yogyakarta menyusut separuhnya. Mengingat bagi sebagian kalangan dalam Kraton yogyakarta, Pangeran Diponegoro dianggap pemberontak, sehingga konon anak cucunya tidak diperbolehkan lagi masuk ke Kraton, sampai kemudian Sri Sultan Hamengkubuwana IX memberi amnesti bagi keturunan Diponegoro, dengan mempertimbangkan semangat kebangsaan yang dipunyai Diponegoro kala itu. Kini anak cucu Diponegoro dapat bebas masuk Kraton, terutama untuk mengurus silsilah bagi mereka, tanpa rasa takut akan diusir.

Penghargaan sebagai Pahlawan



https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgmDtprmvOzcq6hpj2EbQ8ZDOcwMd-96BAfTbT29i7AId1viZuYxPyyKLvzjuNhVSXYtVEVBwaFfOColiw59Duu8ZbBxYevf7eZmn6tPAr9G_0x0jCbBdKLXsvW7hDTVoQcw3PvD3hcsaeT/s1600/PROOF+100+%25281%2529+web.JPG

Mata uang kertas Rp100,00 bergambar Pangeran Diponegoro, diterbitkan tahun 1952 setelah kemerdekaan.
Sebagai penghargaan atas jasa Diponegoro dalam melawan penjajahan. Di beberapa kota besar Indonesia terdapat Jalan dengan nama Pangeran Diponegoro. Kota Semarang sendiri juga memberikan apresiasi agar nama Pangeran Diponegoro akan senantiasa hidup. Nama-nama tempat yang menggunakan namanya antara lain Stadion Diponegoro, Jalan Pangeran Diponegoro, Universitas Diponegoro (Undip), maupun Kodam IV/Diponegoro. Juga ada beberapa patung yang dibuat, patung Diponegoro di Undip Pleburan, patung Diponegoro di Kodam IV/Diponegoro serta di pintu masuk Undip Tembalang.


Mata uang kertas Rp1.000,00 bergambar Pangeran Diponegoro, diterbitkan tahun 1975 setelah kemerdekaan.
Pemerintah Republik Indonesia pada masa pemerintahan Presiden Soekarno pada tanggal 8 Januari 1955 pernah menyelenggarakan Haul Nasional memperingati 100 tahun wafatnya Pangeran Diponegoro, sedangkan pengakuan sebagai Pahlawan Nasional diperoleh Pangeran Diponegoro pada tanggal 6 November 1973 melalui Keppres No.87/TK/1973.
Penghargaan tertinggi justru diberikan oleh Dunia, pada 21 Juni 2013, UNESCO menetapkan Babad Diponegoro sebagai Warisan Ingatan Dunia (Memory of the World). Babad Diponegoro merupakan naskah klasik yang dibuat sendiri oleh Pangeran Diponegoro ketika diasingkan di Manado, Sulawesi Utara, pada 1832-1833. Babad ini bercerita mengenai kisah hidup Pangeran Diponegoro yang memiliki nama asli Raden Mas Antawirya.
Selain itu, untuk mengenang jasa Pangeran Diponegoro dalam memperjuangkan kemerdekaan, didirikanlah Museum Monumen Pangeran Diponegoro atau yang lebih dikenal dengan sebutan "Sasana Wiratama" di Tegalrejo, Yogyakarta, yang menempati bekas kediaman Pangeran Diponegoro.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Biografi Khoirul Anwar penemu 4g

Prof. Dr. Khoirul Anwar adalah sorang ilmuan Indonesia kelahiran tahun  1978 Dia adalah orang yang menemukan dan sekaligus pemilik teknologi 4G yang berbasis OFDM (Orthogonal Frequency Division Multiplexing) . Khoirul Anwar adalah alumni Teknik Elektro ITB dengan cumlaude di tahun 2000, kemudian melanjutkan pendidikan di Nara Institute of Science and Technology (NAIST) dan memperoleh gelar master di tahun 2005 kemudian gelar doktor di tahun 2008.    baca juga :  Biografi Ridwan Kamil Latar Belakang Dr. Khoirul Anwar telah menemukan teknik transmisi wireless dengan dua buah fast Fourirer transform (FFT), yaitu FFT kecil dan FFT besar (dua pada transmitter dan dua pada receiver). Teknik ini mendapatkan penghargaan pada Januari 2006 dari IEEE Radio and Wireless Symposium (RWS) tahun 2006, di California dan telah menjadi standard international telecommunication union (ITU), ITU -R S.1878 and ITU -R S.2173. Teknologi inilah yang menjadi basis dari single carrier frequenc

Biografi Cut Nyak Dhien

Cut Nyak Dhien adalah seorang Pahlawan Nasional Indonesia dari Aceh yang telah berjasa berjuang melawan penjajahan Belanda pada masa penjajahan. Gambar Cut Nyak Dhien diambil dari wikipedia Biodata Nama Lengkap : Cut Nyak Dhien Tempat Lahir : Lampadang, Kesultanan Aceh Tahun Lahir : 1848 Meninggal : 6 November 1908. Sumedang, Hindia Belanda Agama : Islam Kehidupan Cut Nyak Dhien lahir pada 1848 di Aceh Besar di wilayah VI Mukimm, ia terlahir dari kalangan keluarga bangsawan. Ayahnya bernama Teuku Nanta Seutia, beliau merupakan seorang uleebalang, yang juga mempunyai keturunan dari Datuk Makhudum Sati.  Datuk Makhudum Sati datang ke Aceh pada abad ke 18 ketika kesultanan Aceh diperintah oleh Sultan Jamalul Badrul Munir. Ayah Cut Nyak Dhien merupakan keturunan Minangkabau. Ibu Cut Nyak Dhien adalah putri uleebalang Lampagar. Pada masa kecil Cut Nyak Dhien, Ia memperoleh pendidikan agama (yang dididik oleh orang tua ataupun guru agama) dan ru

Bagaimana cara agar bisa tidur dengan cepat?

 Bagaimana cara agar bisa tidur dengan cepat? Tidur yang cukup adalah penting bagi kesehatan fisik dan mental. Berikut adalah beberapa tips yang dapat membantu Anda tidur dengan cepat: Membuat jadwal tidur yang konsisten: Cobalah untuk tidur dan bangun pada waktu yang sama setiap hari, bahkan pada hari libur. Menciptakan lingkungan tidur yang nyaman: Pastikan kamar tidur Anda cukup gelap, tenang, dan tidak terlalu panas atau dingin. Mengurangi paparan cahaya biru: Cahaya biru dari layar elektronik dapat mengganggu ritme sirkadian Anda dan mempersulit tidur. Hindari menggunakan perangkat elektronik seperti telepon pintar, tablet, atau televisi selama satu jam sebelum tidur. Berolahraga secara teratur: Olahraga dapat membantu mengurangi stres dan kecemasan, sehingga dapat mempromosikan tidur yang lebih baik. Namun, hindari olahraga yang terlalu intensif menjelang waktu tidur. Menjaga pola makan yang sehat: Jangan makan terlalu banyak atau terlalu sedikit menjelang waktu tidur, hindari mi